RIWAYAT SINGKAT HIDUP ANGGOTA KOMITE LIMA
1. Henry Dufour
Henry Dufour pertama kali memasuki
dinas ketentaraan yang akan dijalani seumur hidupnya pada tahun 1810, direkrut
sebagai tentara Perancis Lima tahun sebelum Napoleon mangalami kekalahan di
Waterloo. Dufour lahir di Costance pada tahun 1787. Ia mengalami luka pada
tahun 1813 dan diobati di sebuah tahanan militer Inggris. Insinyur Sipil
lulusan Encole Polytechnique Paris ini menghabiskan waktunya untuk membangun
rel kereta api, jembatan dan perumahan.Swiss pada waktu itu belum membentuk
konfederasi dan Dufour memainkan peran kunci dalam kampanye tentara Swiss untuk
berjuang bagi sebuah negara bersatu. Pada tahun 1830, ia mengajukan ide khusus bagi
bendera federal yang kemudian menjadi bendera negara tersebut dan sangat
terkenal, Palang putih diatas dasar merah.
Dufour, seorang Jendral menjadi
kepala Staff tentara Swiss pada saat huru-hara seperti revolusi, perang
kemerdekaan dan guncangan akibat pergantian rezim yang terjadi di seluruh
Eropa. Namun ia adalah politisi yang sangat dihormati. Pada awal tahun 1860-an
ia bertemu Henry Dunant dan membantunya untuk mendirikan Palang Merah.
2. Gustave Moynier
Gustave Moynier sangat tertarik
dengan buku Henry Dunant, “A Memory of Solferino”. Dua orang tersebut bertemu
dan menggabungkan gagasan. Mereka memainkan peran penting dalam pembentukan
palang Merah. Moynier lahir pada tahun 1928, lulusan Sarjana Hukum di Jenewa
dan Perancis. Ia menjadi seorang Pilantropis dan pembela hak-hak kemanusiaan dan
sosial. Beliau menjadi Presiden ICRC sejak awal berdiri selama 46 tahun.
Moynier dianggap sebagai arsitek utama organisasi.
Pada tahun 1873, Moynier membantu
pembentukan Institute of International Law di Jenewa yang kemudian dianggap
sebagai tokoh pembela hak asasi manusia. Moynier sadar akan kebutuhan prioritas
penyebaran makna hak asasi manusia secara luas.
3. Dr. Theodore Mounoir
Dr. Theodore Mounoir, seorang
pendiri dan anggota Gerakan Palang Merah. Lahir di Jenewa pada tahun 1806 dan
belajar kedokteran di Inggris dan Perancis. Dia menjadi ahli bedah dan anggota
dari Dewan Kesehatan pada Komisi Kesehatan Lingkungan dan Kebersihan Masyarakat
Jenewa. Talleyrand seorang Diplomat terkenal melihat bakat Mounoir dalam dunia
diplomasi namun gagal membujuknya karena ia lebih memilih kedokteran.
Mounoir adalah teman Louis Appia,
seorang pendiri Palang Merah seperti dirinya. Buku Sejarah ICRC ‘From Solferino
to Tushima’ karya Pierre Boissier menggambarkan Mounoir sebagai seorang yang
memiliki kualitas tinggi. Selain cerdas dia juga tampan, dan isi surat-suratnya
mencerminkan ia mempunyai rasa humor yang tinggi.
Pemikirannya yang jelas dan akurat
sangat membantu Dunant, Dufour, Moynier, dan Appia untuk mendirikan sebuah
organisasi yang kemudian menjadi sebuah gerakan sukarela terbesar di dunia.
Sampai dengan kematiannya pada tahu 1819, ia selalu disosialisasikan dengan
ICRC.
4. Dr. Louis Appia
Dr. Louis Appia, Lahir pada tahun
1818 di Frankfurt dan memperoleh gelar Dokter di Heidelberg pada tahun 1843.
Appia menaruh minat khusus pada perkembangan teknik bedah terhadap korban
perang.Pada tahun 1859, pada suatu konflik, Appia memobilisasi sumber daya dan
bantuan dana untuk menolong mereka yang terluka dan beliau sendiri bekerja di
rumah sakit lapangan. Kerja sukarela untuk misi-misi seperti itu adalah bagian
penting dari hidupnya.
Dua tahun kemudian Appia diangkat
sebagai Medical Society di Jenewa. Kemudian pada tahun 1863 beliau diminta
untuk bekerja di dalam sebuah komisi yang membahas gagasan Henry Dunant bagi
peningkatan kondisi tentara-tentara yang terluka di medan perang. Komisi ini
kemudian menjadi ICRC. Pada bulan Oktober 1863, Appia menyarankan agar para
sukarelawan di zona perang seharusnya memakai pita lengan putih untuk
mengidentifikasi mereka. Jendral Dufour kemudian menyarankan agar semua tanda
pita lengan Palang Merah saja yang digunakan.
5. Jean Henry Dunant
5. Jean Henry Dunant
Jean Henry Dunant lahir pada hari Kamis tanggal 8 Mei 1826, di
Ridverdine Genewa Swiss. Ayahnya bernama Jean Jacques Dunant seorang anggota
Dewan Republik Swiss dan Ibunya bernama Anne Antoniette Colladone keturunan
bangsawan Perancis.Terpengaruh oleh pekerjaan ayahnya sebagai ketua yayasan
yatim piatu, Henry Dunant memiliki dasar-dasat kepribadian yang halus dan
senantiasa menolong mereka yang menderita. Pada usia 18 tahun ia mengikuti
Young Men Criton Assocacosution di Perancis sebuah perhimpunan yang bertujuan
meringankan penderitaan sesama manusia.
Di Aljazair Henry Dunant membangun
usaha perkebunan dan penggilingan gandum, tetapi pada usia 30 tahun, ia
dihadapkan pada cobaan dimana usahanya mulai mengalami kesulitan dana.
Kesulitan lain yang dialami Dunant ialah karena ia bukan warga Negara Perancis,
maka ia tidak begitu saja memperoleh konsensi atas penggunaan air bagi
penggilingan gandumnya. Untuk itu, bagi Dunant tidak ada jalan lain kecuali
berusaha menemui Napoleon III, yang kebetulan sedang berada di daerah Italia
Utara untuk memimpin perang menghadapi Austria.Dengan tekad bulat ia berangkat
ke Italia mengikuti angkatan perang Perancis dengan maksud akan lebih mudah
bertemu dengan Napoleon III. Namun apa yang dialami Dunant bukannya bertemu
dengan Napoleon III untuk kepentingan bisnisnya tetapi ia terperangkap dalam
wilayah pertempuran Perancis – Sardinia di Solferino.
Dengan mengesampingkan bisnisnya,
Dunant bersama masyarakat setempat melakukan berbagai usaha untuk membantu
prajurit yang luka dan sakit. Sepulangnya dari Solferino ia mulai menulis buku,
dan buku ini diterbitkan bulan November 1862 yang diberi judul “Un Souvenir de
Solferino” atau kenang-kenangan di bukit Solferino. Buku ini tidak hanya memuat
tentang betapa hebatnya pertempuran dan penderitaan prajurit kedua pihak yang
berperang dan tentang pengalaman Dunant sendiri, tetapi yang lebih penting dari
itu adalah ide Henry Dunant yang menyatakan perlunya organisasi-organisasi
sukarela yang bersifat internasional dan bebas untuk melakukan kegiatan
pemberian bantuan bagi prajurit yang luka dan sakit di medan pertempuran tanpa
adanya diskriminasi.
Dalam proses perkembangannya setelah
terbentuknya perhimpunan-perhimpunan Palang Merah, nama Jean Henry Dunant
semakin populer dan mendapat sanjungan dimana-mana. Tetapi sebaliknya bisnis
yang ia jalankan hancur dan mengalami kebangkrutan usaha. Rumahnya terjual dan
harta miliknya baik di Swiss maupun di luar negeri habis.
Hancurnya bisnis dan habisnya harta
Dunant justru karena kegiatannya di bidang kemanusiaan. “Henry Dunant mengalami
penderitaan demi penderitaan”. Pada tahun 1867 Napoleon III mengadakan pameran
besar di Paris. Dalam rangka pameran tersebut Henry Dunant menerima penghargaan
berupa medali emas, dan Dunant diangkat oleh beberapa Negara di Eropa sebagai
Ketua Palang Merah. Tahun 1901 Henry Dunant mendapat hadiah Nobel untuk
perdamaian dunia. Dunant meninggal dalam usia 82 tahun, pada hari minggu
tanggal 30 Oktober 1910 di Desa Appernzeller Heiden dan dimakamkan di Zurich.
0 komentar:
Posting Komentar